I just want to post my fanfiction, or you can call it drabble (maybe, i dont know for sure). This fanfiction i made special for @krisynt, she likes fanfiction so muuuch! And she asks me to make fanfiction for her. Haha. Just enjoy it, guys.
Title : Fact
Cast : You can know it later
Genre: You can know it later, too.
Here we go!--
Tidak ada
hal yang lebih menyenangkan dari ini. Memainkan rambut halusnya yang tidak jauh
beda dari rambut halus bayi. Menyelipkan jemariku di antara rambut ungu nya
yang sangat harum. Mencium aroma badan nya yang maskulin –Black Code—yang sangat khas bercampur dengan keringatnya. Menatap wajah
tampannya yang sedang tidur lelap. Apakah ada hal yang lebih menyenangkan dari
semua ini? Menurutku tidak.
Lagi, dan
lagi. Aku jatuh hati padanya. Pada seorang pria yang sangat sempurna, di
mataku. Pria yang baik hati, sangat peduli, dan sangat pandai dalam bidang
membuat orang lain jatuh cinta padanya. Aku tersenyum geli. Mengingat pada saat
pertama kali bertemu. Betapa cerobohnya aku, dan betapa baiknya pria ini ketika
menolongku saat itu.
“Berhenti memandangiku seperti itu”, aku terhenyak. Ah,
rupanya dia sudah bangun.
“Kenapa?”
“Karena aku malu”
Aku tertawa
kecil bersamanya. Kukecup kening nya sekilas. Wajahnya memerah. Lucu, tampak
seperti gurita. Dia menarik kepalaku. Mencium pipi ku sekilas. Kutarik kepalaku
cepat. Ya, aku tahu giliran wajahku yang sangat memerah sekarang. Pasti sangat-sangat
merah. Mungkin seperti kepiting yang habis direbus.
Pria yang
nakal dan senang sekali menggodaku. Dia tersenyum, tampan sekali. Kutolehkan kepalaku
ke arah lain –pundung—dan dia langsung berseru, “Yaa!”. Aku terkekeh pelan. Tapi
aku masih berpura-pura marah padanya, dan kulirik dia sekilas. Kalian tahu apa
yang dia lakukan? Dia sedang bertingkah –sok—imut! Walaupun sebenarnya wajahnya
sangat tak mendukung, karena dia benar-benar manly. Tapi tetap saja, aku luluh.
“Dasar keparat. Berhenti bertingkah seperti itu, Yong
Junhyung”
Junhyung terkekeh pelan sembari
mencubit pipiku. Aku mencibir. Lalu dia mengusap kepalaku pelan. Nyaman sekali.
“Berhentilah marah, nanti aku yang repot”
“Kalau aku berhenti marah, apa yang ku dapat?”
“Cintaku yang tulus”
Kami terkekeh.
***
“Bintang nya indah”
“Tak seindah wajahmu”
Kupukul pundak
Junhyung pelan dan tertawa kecil. Dia meringkih kesakitan. Padahal aku tau,
pukulan kecilku tak ada apa-apanya di banding badannya yang berotot itu.
Kalian tahu?
Kami berdua sedang kencan. Ya, kencan. Kencan pada malam hari memang sangat
menyenangkan. Memandangi bulan dan bintang yang terlihat indah, dan menatap
kota yang sangat ramai hingga tiap sudutnya. Dan tentu saja, menatap wajah
tampan nya dari jarak yang sangat dekat. Sangat indah.
Aku sangat
bersyukur kepada Tuhan. Malam ini, malam yang sangat sempurna. Ah, tidak hanya malam
ini. Setiap hariku menjadi sempurna sekarang. Semenjak Junhyung datang ke
kehidupanku yang awalnya sangat suram dan membosankan ini. Dia menyelamatkan ku
ketika aku berada dalam waktu yang sangat buruk. Aku sangat mencintainya. Dan aku
berterimakasih banyak kepada Tuhan karena Dia telah mengirimkan Junhyung
padaku. Sungguh.
“Apakah kau sudah selesai bersyukur?”
Mataku terbelalak. “Dari mana kau tahu?”
“Apa yang tidak aku tahu dari kamu?”, senyumnya. Manis sekali.
Bolehkah aku kembali jatuh hati padanya? Jatuh hati untuk yang ke sekian kali
pada orang yang sama?
Kami saling
berpandangan. Saling menatap satu sama lain. Menatap matanya dalam, matanya
yang sangat indah. Matanya yang hanya dengan menatap saja, sudah bisa membuat
orang-orang jatuh cinta. Mata yang membuatku tenang. Indah sekali.
Kesan romantis
yang baru saja didapat, hancur begitu saja. Aku bersin beberapa kali. Junhyung tertawa
sedangkan aku cemberut. Hawa disini memang sangat dingin. Baju ku yang hanya
sekedar selembar kaos yang tak begitu tebal tentu membuatku kedinginan.
“Tunggu, biar kubelikan minum dulu. Kau mau apa?”
“Seperti biasa”
“Ah, cappuccino hangat.
Segera aku belikan, bos!”
Lagi dan
lagi, aku tertawa oleh tingkahnya itu. Tingkah yang sangat konyol yang ia
lakukan tiap hari. Aku berharap dia akan bertingkah seperti itu selamanya. Membuatku
dengan mudah melupakan semua masalahku. Aku hanya berharap begitu.
Hingga aku
melihat dengan mata kepalaku sendiri, Junhyung tertabrak truk besar dari arah
selatan setelah kembali dengan membawa dua kaleng cappuccino hangat di kedua tangannya.
“YONG JUNHYUNG!”
***
“YONG JUNHYUNG!”
Aku membuka
mataku cepat. Keringat mengalir di sekujur tubuhku. Apa ini? Apakah semua ini
hanya mimpi? Semua kecelakaan itu, apakah itu mimpi?
“Yoseob, kau sudah bangun?”
Aku menoleh menuju sumber suara. Ah, Doojoon dan Gikwang.
“Hyung, dimana Junhyung?”
Doojoon dan GIkwang saling bertatapan. Heran.
“Yoseob, apa kau lupa? Junhyung sudah meninggal tadi malam. Tertabrak
truk besar yang tidak bertanggung jawab. Bukankah saat itu kau ada disana,
melihatnya?”
Aku terdiam. Meneguk ludahku berat. Ternyata ini semua bukan
mimpi.